Tips Ibu Hebat

Sunday 3 May 2020

[Cerpen psikologi anak]: KUKU TANGAN MALIKA

“Adek, jangan gitu dong! Kasihan kan, digigit terus... nanti nangis loh, kukunya!” Aku kembali mengingatkan Malika, saat kulihat dia mulai menggigiti kukunya.

“Ih, Adek, kok digigit lagi sih! Tuh, lihat kulit jarimu juga sampai mengelupas gitu. Nanti kalau sakit bagaimana?”

Aku mulai menaikkan nada suara, menyaksikan tingkahnya. Meski sudah berkali-kali kuingatkan, dia tetap saja mengulanginya. Kuku-kuku tangan gadis kecil berusia 3 tahun itu semakin tak berbentuk. Pun, kulit jemarinya. Bahkan beberapa kali terlihat kemerahan, hampir berdarah.

Awalnya, aku pikir ini hal yang wajar kalau balita memasukkan semua benda ke dalam mulut, lalu mencoba menggigit atau memakannya. Mungkin Malika masih dalam fase oral atau giginya mulai gatal lagi karena mau tumbuh. Ah, entahlah.

Namun, akhir-akhir ini kuperhatikan perilakunya ini makin intens. Sering kali aku menegurnya, tapi dia tetap mengulanginya lagi. Tak jarang, emosiku naik, lalu dengan agak kasar aku tarik tangannya dari mulutnya. Tentu disertasi dengan omelan dan ancaman. Tapi, lagi-lagi hal itu hanya membuatnya berhenti sebentar, lalu gigi kecilnya kembali mengeksekusi kuku tipisnya.

“Mama... mama...” teriak Malika sambil menghampiriku.

‘”Ma, sakit...” ucap Malika sambil menunjukkan ujung jemarinya yang memerah.

“Ya ampun sayang, kok sampai kayak gini sih? Tuh kan, makanya jangan digigit dong kukunya. Kena tangan kamu nih. Sini, mama obatin dulu ya. Di kasih salep dan plester ya?” Aku segera mengobati tangan Malika meski dengan mulut yang terus bicara. 

Aku pun mulai khawatir. Terus terang, aku merasa takut kalau-kalau kebiasannya ini akan berdampak buruk baginya. Bagaimana kalau kukunya jadi infeksi? Bagaimana kalau kukunya tertelan? Bagaimana kalau kotoran dalam kukunya ikut masuk dalam perutnya dan menyebabkan penyakit?  Atau, apakah ada masalah lain seperti psikologi, misalnya. Duh... aku menutup wajah, ngeri membayangkannya.

Gadis kecil berambut ikal itu telah terlelap. Tak mau berlarut-larut dengan kekhawatiran ini, aku pun segera mengambil gawaiku. Kuketik kata kunci “kebiasaan anak menggigit kuku” setelah kubuka aplikasi pencarian favoritku. Ah, gawai jaman sekarang memang sering menjadi semacam kotak P3K bagi para ibu muda sepertiku.

Ada banyak artikel yang muncul di sana. Kupilih artikel-artikel dari beberapa website terpercaya.

“Yap! Ini yang kucari,” batinku sambil serius membaca satu persatu tulisan itu.

Dalam ilmu psikologi anak, ternyata kebiasaan baru Malika ini biasa disebut dengan Onychopagia. Perilaku ini memang banyak dilakukan oleh anak-anak. Sekitar 20% anak melakukannya. Sebagian akan berhenti, namun sebagian lagi (sekitar 40-50%) akan terus melakukan hingga dewasa.

Masih dari tulisan itu, disebutkan bahwa penyebab dari Onychopagia ada bemacam-macam misalnya karena keturunan. Loh? Iya, ternyata anak yang orang tuanya melakukan kebiasaan menggigit kuku, bisa jadi anak akan melakukannya juga. Sejenak kucoba untuk mengingat-ingat, apakah aku dan suamiku pernah melakukannya. Ah, tidak juga. Sepertinya kami tak pernah melakukan hal itu.

Kulanjutkan membaca layar persegi panjang dalam genggamanku. Selain faktor keturunan, masalah psikologis pada anak ternyata juga sering disebut menjadi pemicunya. Sebagai contoh adalah stress atau kecemasan pada anak, rasa minder atau tidak percaya diri, bosan, lapar atau keinginan anak untuk menarik perhatian orang tuanya. Perilaku menggigit kuku ini biasanya hanya bersifat sementara sebagai penekan stress dan rasa cemas yang hebat, sama seperti perilaku memainkan tangan, memuntir rambut atau baju dan mengerutukkan gigi. Setelah stress reda,  maka anak akan segera menghentikannya.

Ya, mungkin ini penyebabnya. Babarapa waktu yang lalu, memang asisten rumah tangga kami yang biasa mengasuhnya saat aku bekerja mengundurkan diri. Tentu saja, ini adalah pukulan berat untuknya. Karena, baginya, pengasuhnya itu sudah merupakan bagaian dari dirinya. Ya, kami memang tak pernah membedakan, menganggapnya sebagai bagian dari keluarga kami juga. 

Rasa penasaran semakin menjadi, seiring degup jantung yang semakin cepat. Onychopagia harus diwaspadai apabila anak menggigit kukunya dengan berlebihan apalagi jika merembet ke jari dan membuat jari hampir berdarah. Atau, jika anak menggigit kuku disertai dengan perilaku cemas lain seperti menggaruk kulit, menarik rambut atau bulu mata dan pola tidur anak menjadi terganggu. Jika hal ini terjadi, maka sebaiknya orang tua segera mendatangi dokter untuk berkonsultasi.

Aku menghela nafas dalam. Kucoba mengingat-ingat kembali, adakah tanda-tanda lain yang menunjukkan Malika mengalami Onychopagia yang parah. Namun, aku tak yakin.

Kupandang wajah polos Malika yang sedang tertidur pulas. Tuhan, jujur aku kasihan bidadari kecilku ini. Dalam hatiku bertanya-tanya. Apa yang terjadi padamu, sayang? Apa yang kamu rasakan? Apa yang bisa mama lakukan untukmu?

Aku kembali berselancar, mengumpulkan lebih banyak informasi untuk membantu menghentikan kebiasaan baru buah hatiku.  Ya, kebiasaan Malika ini harus segera dihentikan. Karena jika tidak segera dihentikan, aku takut akan menimbulkan akibat buruk untuknya. Seperti bentuk kukunya  yang rusak, infeksi pada bantalan kuku, gigi dan gusi rusak,  sehingga bisa membuat susunan gigi tidak rapi dan condong ke depan. Aku juga takut kebiasaannya ini akan bisa mempengaruhi perkembangannya.

Ada beberapa tips yang kutemukan, yang bisa dilakukan untuk menghentikan Onychopagia, yaitu: Mencari tahu penyebab utamanya. Apakah perilaku itu karena stress, rasa cemas, bosan lapar atau lainnya. Lalu, jangan memarahi atau menghukum anak. karena, bila anak dimarahi atau dihukum, maka sama saja dengan menambah berat beban anak. Alih-alih berhenti, bisa jadi anak malah akan lebih sering melakukannya.

Langkah selanjutnya adalah dengan menunjukkan simpati pada anak. Tunjukkan kepadanya bahwa kita peduli, dan akan berusaha untuk membantu dari masalahnya. Jangan lupa, untuk membuat anak menyadari kebiasaannya. Anak yang suka menggigit kuku, terkadang tidak menyadari perilakunya. Oleh karena itu, apabila anak mulai menggigit kukunya, maka orang tua atau orang di dekatnya segera memberitahunya. Misal dengan sentuhan di lengan atau dengan kode atau sandi yang disepakati antara anak dan orang tua. Jika anak sudah paham dan memang ingin berhenti cara ini akan banyak membantunya. mengalihkan perhatian anak dengan aktivitas lain juga akan sangat membantu agar anak tiidak bosan dan sedikit lupa dengan kecemasan yang melandanya.

Tips lain yang tak kalah penting, apabila kebiasaan menggigit kuku ini tak kunjung berhenti dan semakin parah, ada baiknya orang tua untuk berkonsultasi dengan dokter. Dokter akan membantu untuk mencarikan penyebabnya dan memberikan solusi terbaik untuk mengatasinya. Dan jika perlu, akan memberikan terapi yang tepat untuk anak. Ah, ilmu parenting baru ini untukku.

“hoaammm...” aku menguap, mencoba meghalau rasa kantuk yang semakin kuat menyergap.

                Kulihat angka di pojok kanan gawai menujukkan angka pukul dua puluh tiga. Ah, malam sudah larut. Mataku pun terasa berat tak bisa tertahan. Akhirnya, kututup gawai dan kucium lembut kening permata hatiku.

                “Baiklah nak, sepertinya sudah cukup untuk malam ini. Mulai besok pagi, mama berjanji akan lebih memperhatikanmu. Akan kita selesaikan masalah ini bersama-sama. Mama tak akan membiarkanmu terlalu lama sperti ini.” Ucapku mengakhiri malam ini.

                Kupeluk tubuh mungil itu, sambil kubisikkan permintaan maaf padanya, karena aku belum bisa melakukan yang terbaik untuknya. Tak lupa, kuiringkan doa, semoga Tuhan selalu menjaga dan melindunginya. Menjadikannya anak yang baik dan selalu bahagia. (Ferina Tri Kurniawati).

#Diary Mama Malika


Tuesday 28 April 2020

Checklist Indikator Perkembangan Anak usia 0-1 Tahun


       
 Bunda, masih sering galau saat mengikuti perkembangan si kecil? Bingung dan bertanya-tanya, sebenarnya anak usia 0-1 tahun harusnya sudah bisa apa saja sih? 
Sekarang gak perlu bingung ya, Bunda. Karena sebenarnya sudah ada lho, checklist yang berisi tentang Indikator perkembangan anak usia 0-1 tahun.
Cheklist Indikator ini dibuat oleh website Rumah Inspirasi berdasarkan “Konsep Pengembangan PAUD Non Formal” yang dibuat oleh Pusat Kurikulum Diknas.
Aspek yang tercakup dalam cheklist perkembangan anak usia 0-1 tahun ini meliputi:
·         Moral dan nilai-nilai agama
·         Sosial, emosial dan kemandirian
·         Berbahasa
·         Kognitif
·         Fisik/Motorik
·         Seni

Cek Perkembangan Anak sejak usia dini

 Dengan menggunakan checklist ini, kita bisa memantau perkembangan buah hati kita sejak dini, apakah sudah sesuai dengan usianya atau belum. Kita tinggal isi cheklistnya, mana saja yang sudah bisa dicapai oleh Si Kecil, dan mana yang belum.

Bagaimana jika Si Kecil Belum memenuhi Indikator Perkembangan Anak usia 1 Tahun?


Bunda, tentu kita setuju bahwa perkembangan setiap anak itu berbeda-beda. Begitu juga dengan anak kita.
Perkembangan setiap anak itu sangatlah unik. Ada anak yang lebih cepat berkembang dari segi bahasa namun lambat dalam segi motorik, atau sebaliknya. Ada anak yang lebih cepat berkembang segi kognitifnya, namun lambat pada segi kemandirian atau sosialnya.
Indikator ini bukanlah harga mati. Jadi, jika ternyata anak kita belum bisa memenuhi indikatornya, jangan terlalu panik, ya.
Checklist indikator perkembangan ini berfungsi sebagai salah satu alat bantu agar kita bisa mengetahui bagaimana perkembangan buah hati. Serta, membantu agar orang tua bisa memberikan stimulasi-stimulasi yang tepat sesuai dengan perkembangan anak.

Untuk mendownload cheklist Perkembangan anak usia 0-1 tahun, silahkan klik link di bawah ini:


Thursday 7 June 2018

Institut Ibu Profesional, Sekolahnya Para Ibu


“al-umma madrasah al-ulaa”
Artinya Ibu adalah madrasah(sekolah) pertama bagi anak-anaknya

Menjadi seorang ibu adalah fitrah bagi seorang wanita yang telah menikah dan memiliki anak. Dalam menjalankan perannya, seorang ibu mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat besar. Mulai dari merawat, mengasuh hingga mendidik anak-anaknya. Mempersiapkan dan memenuhi segala kebutuhan anak dan semua angota keluarga mulai dari bangun tidur hingga mereka terlelap kembali.
                Meskipun menjadi ibu adalah fitrah, namun ternyata masih banyak wanita yang tergagap dan harus menangis hingga berdarah-darah, atau bahkan sampai frustasi karena merasa gagal menjadi ibu yang baik. Hal ini bisa dimaklumi karena memang tantangan menjadi ibu apalagi di jaman sekarang sangatlah besar. Selain itu, kita kurang dipersiapkan untuk menjadi seorang ibu karena anggapan di masyarakat bahwa setiap wanita pada akhirnya akan menjadi ibu setelah ia menikah atau bisa disebut sebagai sebuah konsekuensi dari pernikahan. Juga, karena belum adanya sekolahan atau lembaga formal yang khusus untuk belajar menjadi ibu.
                Begitu juga yang dialami oleh Ibu Septi Peni Wulandari, pendiri Institut Ibu Profesional yang kini telah diikuti oleh 8000 lebih wanita di 45 kota di Indonesia dan 4 negara baik secara online maupun offline. Berawal dari pengalaman pribadinya yang keteteran dalam mengasuh 3 anaknya, bu Septi (panggilan akrabnya) pun berpikir bahwa sudah seharusnya ada sebuah wadah untuk mempersiapkan para wanita untuk menjadi ibu. Hingga akhirnya pada tanggal 22 Desember 2011 berdirilah Institut Ibu Profesional.
                Institut Ibu Profesional adalah sebuah komunitas bagi para ibu dan calon ibu yang ingin meningkatkan kualitas diri sebagai seorang perempuan, seorang istri dan seorang ibu. Komunitas ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi ibu sebagai pendidik utama dan pertama untuk anak dan keluarganya, bisa berperan sebagai manager keluarga, menjadi pribadi yang mandiri secara finansial tanpa harus meninggalkan anak dan keluarganya dan meningkatkan akhlak mulia, sehingga bisa menjadi teladan bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya.
                Dalam proses pembelajarannya, materi yang diberikan dibagi dalam beberapa kelas/program yaitu:
·         Program Matrikulasi : merupakan program persiapan untuk para ibu dan calon ibu yang ingin bergabung di komunitas Ibu profesional. Program ini bertujuan untuk membuka wawasan, menyamakan frekuensi para ibu pembelajar, calon ibu profesional.
·         Program Bunda Sayang: adalah program pembelajaran yang diikuti oleh para ibu yang telah lulus matrikulasi, yang berisi tentang bagaimana cara mendidik anak dengan mudah dan menyenangkan.
·         Program Bunda Cekatan: merupakan program belajar untuk para ibu dan calon ibu yang telah lulus program Bunda Sayang. Di kelas ini para ibu dilatih untuk meningkatkan kapasitas diri sebagai seorang manager keluarga yang cekatan menjalankan peran.
·         Program Bunda Produktif: adalah program pembelajaran yang diikuti oleh para ibu yang telah lulus program Bunda Cekatan, bertujuan untuk melatih ibu dalam memahami potensi diri, menemukan jalan hidup sesuai fitur uniknya, sehingga antara mendidik anak, berkarya dan menjemput rejeki menjadi kesatuan yang tidak bisa dipisahkan apalagi dikorbankan.
·         Program Bunda Shaleha: adalah program bagi ibu yang telah lulus program Bunda Produktif. Setelah mengikuti kelas ini diharapkan ibu bisa menjadi agen perubahan di masyarakatnya, dimulai dengan perubahan diri sendiri dan perubahan di dalam keluarganya secara berkelanjutan.
·         Program pelatihan untuk trainer dan fasilitator: adalah program untuk para ibu yang sudah melampaui tahap Bunda Sayang, Bunda Cekatan, Bunda Produktif dan Bunda Shaleha.
                Selain dengan mengikuti kelas online maupun offline, materi dari Institut Ibu Profesional bisa juga dipelajari di www.ibuprofesional.com, berbagai resume dari para member, juga dari berbagai buku yang telah diterbitkan seperti buku “Hai, Ini Aku Ibu Profesional”, “Bunda Sayang”, “Bunda Cekatan” dan “Bunda Produktif”.

Friday 26 January 2018

Membuat Playdoh Sendiri: Lempung dari Bahan Tepung yang Super Aman, Gampang dan Murah Meriah

Bahan : 

Tepung terigu          3   cangkir
Garam                      1  cangkir
Air panas/hangat      1  cangkir
Minyak goreng       1/2 cangkir 
Pewarna makanan      secukupnya

Cara Membuat :


  1. Siapkan semua bahan sesuai takaran
  2. Ambil wadah lalu masukkan tepung terigu dan garam. Aduk hingga     tercampur  merata
  3. Masukkan air panas/hangat ke dalam wadah lalu segera campur. aduk hingga semua tepung menggumpal sepeti adonan roti.
  4. Masukkan minyak goreng sedikit demi sedikt, lalu campurlah dengan cara diremas-remas hingga kalis. 
  5. Setelah adonan jadi, bagilah adonan tersebut menjadi beberapa bagian. Masukkan ke dalam wadah terpisah. Beri pewarna makanan yang berbeda pada tiap wadahnya. Lalu campurlah dengan cara diremas-remas. 


tara... play doh dari tepung sudah siap dimainkan!!!


Catatan
  • jika adonan masih terlalu berminyak, bisa ditambahkan tepung. Aduk kembali hingga benar-benar kalis.
  • jika ingin tekstur yang lebih berpasir, takaran garam bisa sedikit ditambahkan.
  • jika ingin tekstur yang lebih pulen, takaran tepung yang sedikit ditambah
  • usahakan adonan jangan terlalu berminyak agar play doh bisa awet. play doh tepung ini bisa bertahan 1,5 (satu setengah) hari di udara terbuka. jika lebih dari setengah hari, adonan akan menjadi lembek dan oily sehingga susah untuk dibentuk.

(foto menyusul ya...)

Friday 6 October 2017

Cara Membuat SLIME Aman dan Gampang dari Bahan yang Ada di Rumah [Serunya bikin SLIME bareng kakak....]

bahan: 

- lem cair (bisa merk UHU atau lem kertas cair yang biasa diapakai anak sekolah)
- hand body lotion
-tetes mata
-sabun cair
-pewarna makanan
-baby oil
-wadah
-sendok makan

Cara Membuat:

1. Mula-mula tuang 2 sendok makan lem cair ke wadah.
2. Lalu masukkan 1 sendok makan hand body lotion, aduk hingga merata.
3. Masukkan tetes mata sebanyak 10 tetesan, aduk hingga rata. Tambahkan 10 tetes lagi, aduk rata.
4. Lalu, tuang setetes sabun cair aduk, rata. ulangi penetesan sabun cair, aduk rata kembali hingga cairan mengental dan tidak lengket di dinding wadah.
5. Untuk pewarna, saya tidak menggunakan pewarna, karena pewarna makanan di rumah habis. Juga kebetulan lem cair dan hand body sudah berwarna hijau, jadilah warna slime juga hijau. 
6. Setelah cairan menggumpal, taruh di tangan. Tuangkan baby oil, dan remas-remaslah, hingga tidak lengket dan nyaman di tangan.

SLIME.... mainan ini sebenarnya sudah lama ya, malang-melintang di dunia peranakan kita (eh...maksudnya dunia emak-emak yang punya anak kecil, hehehe...). Tapi, terus terang saya gak terlalu tertarik untuk mengikuti, apalagi mempraktikkannya bersama-anak-anak. Karena emang anak saya masih kecil ya, saya pikir paling juga belum bisa, dan takut kalau permainan ini gak aman buat mereka.

       Tapi, kali ini, beda ceritanya! Si Kakak, sekarang udah kelas 1 SD. Dia sedang senang-senangnya menikmati masa menjadi anak sekolah. ceileh.... ada saja hal baru yang dia dapatkan di sekolah. Yang dia lihat, dengar dan alami bersama teman atau kakak kelasnya. Salah satunya adalah demam slime ini.

       Memang beberapa hari ini  Kakak sering bercerita tentang slime, temen-temen dan kakak kelasnya yang susdah membuat slime atau membeli slime di toko. Tapi aku sih cuek aja. Ketika dia minta untuk membuat slime sendiri di rumah, aku juga masih santai aja. Pikirku, ah...paling sebentar lagi lupa.

      Tapi ternyata tidak! Saat pulang sekolah, Tiba-tiba dia menyodorkan selembar kertas penuh tulisan tangannya. sambil bilang, " buk, ayo bikin slime sendiri... ini lho, caranya, sudah aku tulis di sini".

      Deg! wah, apa ini? dan saya pun segera mengambil kertas itu dan membacanya. Benar, isinya adalah bahan dan cara membuat slime. Duh...jadi terharu...

      Jadi setelah saya tanya, ternyata saat istirahat tadi, dia pergi ke perpustakaan. Di sana ada kakak kelasnya yang sedang mencatat cara membuat slime dari salah satu majalah. Karena dia ingin sekali bikin , makanya dia juga ikutan menulis. Satu halaman penuh, BRO.... bayangin!

      Anak kelas satu, baru 3 bulan masuk sekolah, nulis masih banyak salahnya, tapi dia berjuang keras untuk menyalin tulisan tersebut! (duh,,jadi lebay). Sambil sempat cerita kalau tangannya sampai theol (capek banget), tapi dipaksa buat menyelesaikannya. duh...bener-bener meleleh deh..meskipun dalam hati tertawa juga baca tulisannya yang masih kacau dan agak awut-awutan...


(Barokallah nak, tetaplah semangat untuk belajar ya...Semoga Allah selalu membimbingmu dan memudahakanmu mencari ilmu yang bermanfaat dunia akhirat...)

      Untuk menghargai perjuangannya, akhirnya saya menyetujui keinginannya untuk membuat slime. Meskipun belum bener-bener paham seperti apa slime  dan bagaimana tekstur yang benar dari si lembek itu, tapi tak apalah, coba saja! 
dan itu dia, cara membuat slime yang di tulis anak saya.

       Dan taraaa.... jadi juga slimenya! mudah banget ternyata..yang jelas anak-anak suka. (si kecil yang baru 2,5 tahun) juga asyik ikut mainan, dan ternyata bisa. hehehe....
selamat mencoba..


Catatan perkembangan:
hari ini nyoba bikin slime lagi, tapi sabun cairnya pake dettol (yang cool/dingin) ternyata gak bisa!! jadi adonan sudah mulai menggumpal, begitu dimasukkan sabun detttol jadi cair kembali.

jadi saran saya ya mom, kalau misal mau nyoba, bahan dan takaran sudah pas tapi gak berhasil bisa dicoba ganti sabun cairnya.
sebelumnya saya pake sabun baby cair,sabun anak, l*x, bi**re dan berhasil!!


Thursday 30 March 2017

Cara Membuat Baju Boneka Berbie Cantik Tanpa Mesin Jahit Step By Step

    
    Si Kecil suka boneka berbie? tapi gampang bosan? mungkin ia bosan karena bajunya yang tidak pernah diganti. atau, Si Kecil sering merengek minta dibelikan baju boneka? Yup, namanya anak-anak, pasti suka sekali dengan hal yang baru, apalagi mainan. 

    Jadi, tidak ada salahnya kan jika kita buat sendiri baju bonekanya? Lebih hemat, karena kain yang dipakai bisa dari perca atau sisa baju yang tidak terpakai. Lebih asyik lagi karena si kecil bisa membantu kita membuat atau sekedar memilih kain dan menyiapkan peralatannya.
     
     Tapi, susah tidak sih cara membuatnya? wah...tidak susah kok,,,gampang banget!!! sehari saja bisa jadi lho... Alatnya? Saya gak punya mesin jahit nih...tenang saja, peralatannya sangat simple dan mudah didapatkan. Tidak masalah kalau tidak punya mesin jahit, saya juga belum punya kok...penasaran?? bisa dicoba deh langkah-langkah berikut:

1. langkah pertama siapkan alat dan bahan yang di perlukan, meliputi:

  • kain satin
  • kain broklat (sisa kebaya) atau kain batik
  • pita atau renda
  • rekatan baju (kretekan)
  • benang
  • jarum jahit
  • jarum pentul
  • gunting
  • pita ukur atau metlin
  • penggaris
  • kertas untuk membuat pola
  • pensil atau pulpen
2. Ambil boneka dan pita ukur, lalu ukur boneka:

  • lingkar dada (LD) : lingkarkan pita ukur di dada,beri lebih 1/2-1cm untuk memasang rekatan di belakang baju.
  • lingkar pinggang (LP): lingkarkan pita ukur di pinggang boneka. beri lebih 1/2-1cm untuk memasang rekatan di belakang baju.
  • lebar bahu (LBahu): lebar antar bahu kanan dan bahu kiri
  • lebar leher (LL) : ukur dari pangkal leher kanan ke kiri
  • panjang badan/panjang atasan (PB) : ukur panjang badan dari pangkal leher kanan/kiri ke pinggang
  • panjang bahu-pinggang (Pb-p) : ukur panjang dari bahu ke pinggang
  • panjang bawah ketiak-pinggang (Pk-p) : ukur dari bawah ketiak boneka ke pinggang
  • panjang rok/bawahan (PBw) : ukur dari pinggang hingga mata kaki

3. buat pola pada kertas, lalu gunting lalu potong kain sesuai dengan pola yang telah dibuat
   4. potong kain mengikuti pola yang sudah dibuat. Untuk memudahkan gunakan jarum pentul untuk melekatkan pola dengan kain. Potong kain sedikit lebih lebar dari pola. Sisa ini berguna untuk tempat jahitan. Agar lebih rapi, jika menggunakan kain satin atau kain sejenisnya bakarlah tepinya menggunakan lilin. dengan cara dibakar, benang pada kain tidak akan mudah terurai, sehingga hasilnya akan lebih rapi. Cara ini juga bisa digunakan untuk menyiasati agar kita tidak perlu menjahit bagian lengan atau kerah.

5. Setelah kain dipotong dan dibakar, sekarang tinggal menjahitnya untuk menyatukan bagian-bagiannya. cukup menggunakan jahitan tangan saja, karena bagian yang perlu dijahit hanya pinggang. yaitu, atasan dan bawahan. setelah itu, satukan bagian belakang rok/bawahan. cukup hingga 3/4 bagian bawah rok. jangan terlalu tinggi, karena jika terlalu tinggi jahitannya boneka tidak akan bisa masuk.

6. Dan sekarang  pasangkan rekatan di tempat yang tidak dijahit di belakang baju. jangan merkatnya dengan satu rekatan yang panjang. lebih baik dengan 2 (dua) rekatan pendek, bagian atas dan bawah. dengan cara ini, baju akan lebih merekat kuat saat dipakai.

7. Dan terakhir, pasang pita atau renda yang dibentuk seperti pita di bagian tengah-depan baju.

Naah....gampang sekali bukan?? yuk..berkreasi baju cantik dengan si kecil.....

Monday 25 January 2016

Belajar Mewarnai Teknik Gradasi Dengan Crayon Untuk Anak TK


  

Cara Mewarna "Bebek Berenang" - gradasi warna - how to colour ...

Anak kecil mana sih, yang tidak suka mewarnai? Apalagi kalau sudah usia Play group/ Taman kanak-kanak. Pasti deh, tiap kali pergi ke toko atau mini market yang dilihat pertama, crayon, pensil warna atau buku mewarnai. 

Selain itu, di sekolah PAUD atau TK salah satu kegiatan favoirt anal-anak memang menggambar dan mewarnai sih.

Sebelum belajar teknik mewarnai teknk gradasi, kita perlu tahu juga apa sih, manfaat mewarnai bagi anak? Banyak sekali manfaat kegiatan mewarnai bagi anak usia dini atau anak TK. Mawarnai merupakan salah satu bentuk aktualisasi diri anak dalam bidang seni. Manfaat lainnya disebutkan dalam sebuah jurnal pendidikan adalah:

 

"Mewarnai adalah kegiatan meneyenangkan sekaligus bermanfaat untuk melatih saraf motorik, kretivitas, dan daya imajinasi. Mewarnai tidak sekedar kegiatan yang menyenangkan untuk anak-anak. Namun, melalui mewarnai berbagai kemampuan dasar anak dilatih. Selain itu, orang tua atau guru bisa segera mengenali perubahan emosi, perasaan, dan keinginan anak.

Dengan obyek yang diwarnai, koordinasi motorik halus anak dilatih. Semakin sering mewarnai, kemampuan koordinasi visual motoriknya pun semakin baik. Sebab, anak belajar menangkap coretan pada bidang tersedia dan mengisinya dengan berbagai warna secara tepat.

Setelah memahami beragam 
warna, anak bisa menuangkan imajinainya secara bebas. Misalnya, anak boleh saja memilih warna selain hijau untuk ohon. Bisa juga anak mencampur warna coklat dan biru. Kebebasan ini memberi pengalaman dan mengembangkan kreativitas anak. (Hardayanti, Sri Lestari  dan Yuniarni: Analisis Kemampuan Mewarnai Menggunakan Pastel Pada Anak Usia 5-6 tahun di TK Sirajuddin)"

 

Setelah tahu manfaat mewarnai yang wow, mari lanjut ya...

Selanjutnya, dalam kegiatan mewarnai ada beberapa hal lain yang perlu kita perhatikan. Misalnya, jenis pewarna, jumah warna yang dipilih dan teknik yang akan dilakukan.

Untuk pewarna, di sini kita menggunkan crayon. Ternyata, crayon ada 2 jenis lho, yaitu jenis wax atau lilin dan oil pastel. Wax atau lilin ini mempuyai tektur yang lebih kasar dan warnanya kurang bisa menempel pada kertas dan warnanya lebih lembut. Sedangkan pastel atau oil pastel terbuat dari lilin dan minyak. Teksturnya lebih lembut, dan warnanya lebih terang dan tajam. Untuk membuat teknik gradasi, crayon yang direkomendasikan adalah oil pastel karena lebih mudah digradasikan.

Berapa jumlah warna yang baik unt

uk anak? Untuk anak usia PAUD atau TK, karena masih merupakan perkenalan, cukup menggunakan crayon 12 sampai 24 warna saja.

Untuk teknik gradasi sendiri, ada banyak jenisnya. Bebrapa diantaranya adalah dari bawah ke atas, dari samping, dari luar ke dalam, dari dalam kelauar dan selang-seling.

Yang paling umum dikenalkan pada anak TK, gradasi warna yang digunakan hanya dua samapi tiga warna saja. Sedangkan untuk jenis yang dipakai, bisa menyesuaikan dengan kebutuhan dan tentu saja sesuai kemampuan anak.

Tips mudah yang bisa digunakan untuk pemula adalah:

1.      Siapkan crayon yang mempunyai gradasi warna. pilih merk yang aman (non-toksik) dan juga pas kekerasannya biar mudah diaplikasikan.


2.      Ingatkan anak untuk tidak merubah susunan crayon. jadi ketika kita membeli crayon, bisanya sudah dalam urutan yangsesuai dengan gradasinya. Ingatkan untuk selalu meletakkan crayon pada tempatnya semula. atau bisa juga diberi tanda atau nomor urut sehingga mudah untuk memasang kembali jika crayon berantakan. sususnan gradasi warna yang pas juga akan mempengaruhi hasilnya.


3.      Pilih warna yang paling gelap dan aplikasikan pada pinggir gambar, mengikuti garis. jika sudah, ambil warna yang setingkat lebih terang untuk mewarnai di bagian tengah atau di sampingnya. Lalu, ambil lagi warna yang paling terang untuk bagian yang tersisa. Sesuaikan dengan jumlah gradasi yang diinginkan.

Di bawah ini saya ambilkan contoh mewarnai kucing dengan teknik gradasi dari website cikalaksara. Gambar ini juga saya ambil dari website tersebut tersebut ya...

 gambar kucing dengan pensil

menggambar kucing dengan krayon

menggambar kucing dengan krayon

klik di sini untuk melihat contoh-contoh mewarnai teknik gradasi lainnya.

Izarnazar Cara Mewarnai Gambar Gradasi